MEDAN - ,(SHR) Dalam dua hari ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) terdengar mendatangi dua lokasi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, melakukan peresmian, yang pertama Stadion Utama Sumatera Utara di Desa Sena, Kabupaten Deliserdang pada Selasa (15/10/2024).
Lalu hari ini, Rabu (16/10/2024), Presiden Joko Widodo beserta rombongan lanjut bertolak ke Kecamatan Sibiru-biru, juga di Kabupaten Deli Serdang dalam rangka meresmikan Bendungan Lau Simeme.
Atas hal itu, beberapa masyarakat Kabupaten Batubara (Sumut), meminta Presiden Joko Widodo mau datang meninjau desa mereka, Desa Gambus Laut, di Kecamatan Lima Puluh Pesisir. Pasalnya, di desa mereka tersebut, terdapat bekas lokasi penambangan pasir kuarsa yang sangat luas menyebabkan kerusakan lingkungan, sebab tak pernah direklamasi dan pasca tambang oleh pihak perusahaan penambang.
"Kami meminta Pak Presiden melalui berita wartawan untuk datang ke Desa Gambus Laut, melihat parahnya kerusakan lingkungan akibat ulah perusahaan penambang. Mungkin hanya jika perintah Pak Presiden barulah pihak-pihak penegakan hukum di Sumut mau bekerja menindaklanjuti keresahan masyarakat kecil ini," kata warga.
Warga juga mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang memberikan banyak perhatian kepada Propinsi Sumatera Utara.
"Kita apresiasi, tetapi perlu pula keseimbangan, mana yang tidak baik seperti kerusakan lingkungan juga agar menjadi perhatian Pak Presiden Jokowi, di akhir masa jabatannya berikan hadiah besar untuk masyarakat Sumut," diamini warga lainnya.
Polda Sumut
Terbongkarnya aksi penambangan pasir kuarsa tanpa reklamasi dan pasca tambang oleh perusahaan yang nyata-nyata merusak parah terhadap lingkungan itu, setelah sejumlah wartawan melakukan investigasi mendalam dengan turun ke lapangan berawal dari laporan pengaduan masyarakat bernama Sunani ke Polda Sumut sesuai STTLP NOMOR: B/8#/I/2024/SPKT/POLDA SUMUT, yang melaporkan PT Jui Shin Indonesia dan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI), diduga mencuri pasir kuarsa dari lahan Sunani dan merusak lahan Sunani, lokasinya di Desa Gambus Laut.
Dimana saat ini, diduga beberapa oknum polisi di Polda Sumut berusaha membuat kabur fakta yang ada. Dimana, orang yang menjual lahannya kepada Sunani diduga ditekan, diintimidasi, dibujuk rayu agar membelokkan fakta yang sebenarnya.
Tak takut, oknum -oknum polisi di Polda Sumut itu pun dilaporkan ke Bidang Propam Polda Sumut, Presiden RI, Komisi III DPR RI, Kapolri, Irwasum Polri, Bareskrim Polri, Kadiv Propam Polri, Kompolnas oleh Salim Amiko.
Terkini informasi yang didapat sejumlah wartawan, pasca dilaporkan ke Bid Propam, Kompol Holmes Saragih Cs diduga belum juga diperiksa Bid Propam, Kompol Holmes yang menjabat Pejabat Sementara Kasubdit II Harga Bangtah, Ditreskrimum Polda Sumut bersama 2 anggotanya yang dilaporkan Salim Amiko, yakni AKP JJ Harahap dan penyidik Brigadir J Manulang, sehingga masih leluasa memainkan strateginya.
Terkait itu, Kabid Propam Polda Sumut Kombes Pol Bambang Tertianto dicoba konfirmasi, ditanyakan "Bagaimana kebenaran soal isu beredar Bapak Kabid Propam diduga membekingi Kompol Holmes Saragih Cs ?"
Namun hingga berita dimuat, Kabid Propam Polda Sumut itu belum menjawab, meski berulang kali ditelepon dan di kirim pesan whatsaap, sehingga sejumlah wartawan berencana langsung mendatangi kantornya.
Rentetan LP Sunani, 2 Ekscavator Diamankan
Sedikit merunut rentetan kejadian setelah Laporan Pengaduan Sunani dibuat di Polda Sumut, lalu ditangani Subdit I Unit 4 Kamneg, Direskrimum Polda Sumut, berhasil mengamankan dua unit ekscavator dari lahan Sunani, dan dibawa ke Mapolda Sumut sebagai barang bukti.
Setelah itu, terbit surat jemput paksa terhadap Chang Jui Fang selaku Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia dan selaku Komisaris Utama pemilik saham mayoritas 98 persen di PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI). Surat jemput paksa terbit diduga karena Chang Jui Fang selalu mangkir dari panggilan –panggilan Polda Sumut sebelumnya, yang ironisnya, sampai detik ini tak kunjung Chang Jui Fang dijemput paksa.
Pengacara Kondang DR Darmawan Yusuf Angkat Bicara
DR Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med selaku kuasa hukum Sunani dimintai tanggapannya terkait kasus ini mengatakan, “PT Jui Shin Indonesia diduga sebagai penikmat utama dari penambangan pasir kuarsa yang diambil dari lahan klien kami."
"Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability. Apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan,”
“Dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.
Lanjut DR Darmawan Yusuf menegaskan, “Kalau ada isu yang beredar bahwa seolah-olah mereka beretikad baik sudah mau ganti rugi, itu tidak benar adanya, sebab bila memang beretikad baik mau mengganti rugi, tidak mungkin bertele-tele.
Dan kalau mereka (PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI) menyatakan bahwa surat tanah klien saya tidak ada, sehingga mereka tidak mau mengganti kerugian klien saya dengan cara damai. Makanya mereka tidak tahu, mana mungkin kalau klien kita tidak ada memberikan surat tanah kita ke mereka, namun pada mereka bisa ada.
Sudahlah, jangan suka diduga menggiring opini seolah-olah ada etikad baik. Dan pihak mereka melaporkan Salim Amiko kan menggunakan bukti awal surat tanah Sunani, emang surat itu bisa datang dari langit kalau bukan klien kita sebagai pemilik yang punya hak yang memberikan.
Lalu terkait tambang PT BUMI dan diduga penikmat utama PT juishin Indonesia, klien kami selaku masyarakat sudah membuat laporan ke KPK, Kejagung, Bareskrim Polri, Kejati Sumut terkait diduga tambang di luar izin, diduga merusak lingkungan dan tidak melakukan reklamasi pasca tambang, kami akan terus memantau prosesnya.” kata DR Darmawan Yusuf yang lulus dari Fakultas Hukum USU dengan Predikat Cumlaude.
Kementerian ESDM
Masih terkait kasus ini, Inspektur Tambang Wilayah Sumut dari Kementerian ESDM RI melalui Koordinator Sumut, Suroyo kepada wartawan, pihaknya sebagai saksi ahli ketika dipanggil Polda Sumut sudah menjelaskan, bahwa memang benar telah terjadi pertambangan di luar koordinat, di luar wilayah izin pada pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara.
Kades dan Camat tak Tandatangan
Diberitahu Kades Gambus Laut Zaharuddin kepada sejumlah wartawan dan LSM, dia ada didatangi 3 pria di rumahnya dalam kondisi sakit. Kades mengaku ditekan untuk mengakui lahan PT Jui Shin Indonesia dari tempat lain agar dipindahkan letaknya ke tempat lahan Sunani, seolah-olah tumpang tindih.
Namun Kades menolak, dan menyampaikan ke pihak PT Juishin tidak mungkin bisa. Karena itu akan ketahuan dari tanah sepandan perbatasan, sebab semua sudah jelas, dan Kades takut bila menuruti permintaan ketiga orang itu, malah dirinya (Kades) yang dipenjarakan Sunani.
Soal dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya perusahaan penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, dijelaskan Kades, “Saya tidak pernah menandatangani surat untuk penerbitan perpanjangan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan penambang pasir kuarsa di desa kami ini, yang mana perusahaan tersebut yang setahu kami semua warga sini penambangan itu merupakan PT Jui Shin, kami gak pernah tahu itu l rupanya PT BUMI. Sebab saya bersama Camat Lima Puluh Pesisir tidak menghadiri undangan pertemuan yang diminta Cabang Dinas wilayah III, Dinas ESDM Sumut di Siantar itu, karena saat saya sebagai Kades dan Camat sedang melaksanakan tugas yang lain, tapi anehnya kok dokumen perpanjangan RKAB penambangannya bisa terbit?”
Soal reklamasi dan pasca tambang, “Saya juga diisukan oleh pihak perusahaan telah menyetujui bekas galian tambang perusahaan tersebut di Desa Gambus Laut dibuat kolam ikan sebagai ganti kewajiban reklamasi dan pascatambang, padahal semuanya itu sama sekali tidak benar, dan saya tantang dengan bukti, dan mereka tidak berani,” terang Zaharuddin.
Salim Amiko Laporkan Kasubdit AKBP Holmes Saragih Cs
Selain Kades Gambus Laut yang dibuat seperti pengakuannya itu, Salim Amiko yang menjual lahannya kepada Sunani juga sudah menerangkan kepada sejumlah wartawan saat bertemu di Polda Sumut setelah membuat laporan di Bid Propam.
Salim Amiko mengatakan, “Saya dijumpai oleh pihak PT jui Shin, mereka menekan dan membujuk agar saya tidak mengakui menjual lahan saya di Desa Gambus Laut dengan Sunani, dan tentu saya menolak. Lalu kata pihak PT Jui Shin, kalau saya menolak bekerja sama dengan mereka, saya akan dilaporkan ke pihak kepolisian.” jelas Salim Amiko tetap mengakui memang dirinya menjual tanahnya kepada Sunani, yang mana lahan tersebut lah yang menjadi objek pelaporan Sunani di Polda Sumut dengan alas hak yang sah dari pemerintah.
Kemudian, Salim Amiko juga mengaku diintimidasi, ditekan agar tidak mengakui tandatangannya pada surat tanah yang dibeli Sunani darinya, dengan iming-iming laporan terhadap Salim Amiko oleh PT Jui Shin Indonesia bakal tidak dilanjutkan proses hukumnya.
"Saya telah menyampaikan berulangkali sama Kompol Holmes Saragih, AKP JJ Harahap dan penyidik Brigadir J Manulang, tanda tangan saya mau bentuknya seperti apa suka-suka saya. Kan saya yang lakukan jual beli dengan Sunani, kecuali yang beli tanah saya, Sunani yang keberatan, baru pembeli Sunani yang berhak keberatan, baru pembeli Sunani punya hak. Kan aneh, kok tandatangan saya yang mau dilakukan uji Lab (laboratorium)," kesal Salim Amiko.
"Legal standing pihak yang melaporkan saya apa? Saya yang lakukan jual beli (dengan Sunani) kok malah pihak lain (PT Jui Shin Indonesia-red) yang melaporkan saya. Coba Bapak Kompol Holmes jual beli tanah dengan orang lain, lalu saya yang gak punya hubungan apa dengan jual beli itu melaporkan Bapak ke polisi, dan diterima, cepat -cepat pula diproses, apa Bapak mau dibuat seperti itu, biar saya laporkan juga kalau saya tahu Bapak pernah jual beli tanah," cetus Salim Amiko, menambahkan siapa pun oknum polisi yang mencoba -coba mengintimidasinya, dia tidak segan -segan, pasti akan melaporkan kembali.
Sebelumnya, kepada yang mengaku dari PT Jui Shin Indonesia, baik Haposan Siregar dan mengaku sebagai legal, mengatakan kepada wartawan, bahwa PT Jui Shin Indonesia tidak pernah melakukan penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut.
Dan isu yang beredar bahwa Chang Jui Fang melarikan diri ke luar Indonesia adalah tidak benar, melainkan sedang ada trip bisnis.
Kepada Dirkrimum Polda Sumut Kombes Pol Sumaryono, Dirkrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan (yang mengaku sudah menurunkan anggotanya ke lapangan di Desa Gambus Laut, namun sampai saat ini belum mampu menentukan pelanggaran hukum terkait dugaan perusakan lingkungan merugikan negara aktivitas pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut Kabupaten Batubara), juga kepada Wakapolda Sumut Brigjen Pol Rony Samtana, ketiga PJU Polda Sumut yang berwenang tersebut dalam kasus ini terkesan pelit bicara.
Sedangkan Chang Jui Fang, yang juga turut dikonfirmasi, beratus kali dihubungi melalui WhatsApp, selalu memblokir nomor wartawan.
Terbaru, Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto juga sudah disampaikan terkait kasus ini, dan belum pula memberikan balasan.
Wartawan Laporkan Haposan Siregar
Atas dugaan intimidasi, menghalangi hingga melecehkan tugas wartawan dalam melakukan kerja jurnalistiknya, pria yang mengaku perwakilan PT Jui Shin Indonesia Haposan Siregar dilaporkan sejumlah wartawan ke Polda Sumut.
Dua laporan tertuang dalam nomor LP/B/997/VII/2024/SPKT/Polda Sumut dan dengan nomor LP/B/999/VII/2024/SPKT/Polda Sumut. Ironinya, sampai saat ini Haposan Siregar belum juga diperiksa Ditreskrimsus Polda Sumut.
Para wartawan yang terus mengikuti perjalanan kasus ini, mengaku akan tetap memantau perkembangan penanganannya oleh institusi hukum di Sumut. Dan bila ada pihak dari manapun yang berani melakukan hal yang sama, seperti menghalangi, mengintimidasi, sejumlah wartawan tersebut akan tak segan-segan mengambil langkah hukum. (Tim)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.