Kantor PoldaSumut |
"Selain itu, dalam menentukan berapa besaran pembayaran, itukan harus ada alat ukur. Contohnya, meteran. Jadi, darimana bisa ditentukan pemakaian masyarakat, sementara di lapangan, tidak ada meteran. Berartikan, juga tidak ada dasar hukum yang diatur oleh undang-undang. Ini rekening tetap berjalan dan rekening dikeluarkan tanpa ada alat ukurnya. Mana bisa kita menghitung suka-suka hati kita. Itu penetapan tarif belum ada Perda-nya dan dasar hukumnya tidak ada. Mereka tabrak semua. Itu dikutip sama pelanggan dengan alasan ini (menunjukkan) rekening (tarif air). Sementara alat ukur tidak ada. Jadi, darimana bisa kita tentukan besaran tarif itu," sebut RS melalui telepon seluler, Kamis (16/2).
Namun, sambungnya, hasil tagihan dari para pelanggan di Batu Bara itu tak jelas mengalir ke mana hingga berdampak kepada kesejahteraan pegawai. Jika diambil rata-rata setiap pelanggan ditarifkan Rp40 ribu setiap bulan, maka PDAM Tirta Tanjung Batu Bara dapat meraup Rp188 juta. Tak hanya soal rekening tarif air bodong itu, tambah dia, masyarakat yang menjadi pelanggan baru juga dikenakan biaya tak sesuai aturan-aturan.
Artinya, pelanggan baru diduga kena pungli.
"Meteran air itu bagian dari seluruh biaya yang harus dibayar oleh pelanggan baru. Tapi, mereka tak menghadirkan meteran. Namun, biaya resmi dikeluarkan. Jika dibiarkan ini, defisitlah. Tidak ada menambah PAD (pendapatan asli daerah, red). Kesejahteraan tidak ada. Mana bisa dikatakan sejahtera, sementara hitung-hitungan yang jelas tidak ada. Lari ke korupsi jadinya," tukasnya. Kasubdit III/Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sumut, AKBP Dedi Kurnia membenarkan penyidik sudah terjun ke Batu Bara mendalami laporan pengaduan masyarakat tersebut. "Direktur belum ada dilakukan pemeriksaan. Baru cek olah TKP saja," tandasnya. (ceria)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.