Tolak Omnibus Law APBDSU Lakukan Aksi Demostrasi Ke kantor DPRD Provinsi Sumut Dan Kantor Gubernur Sumut




Medan,(SHR) Kebijakan Pemerintah untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan untuk mendorong masuknya investor ke Indonesia , akan dilakukan melalui


Omnibus Law atau pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan yang ada dengan substansi dan tingkatan berbeda. Omnibus Law yang didengungkan pemerintah Jokowi mencakup 11 Klaster, salah satunya terkait Ketenagakerjaan.

Terkait hal tersebut Kordinator APBDSU Natal Sidabutar didampingi Ketua SPN Anggiat Pasaribu dalam siaran pers nya di Pendopo Lapangan Merdeka Medan, Senin (20/1/2020) siang mengatakan, "Kebijakan Pemerintah melalui Omnibus Law pada bidang ketenagakerjaan yang bertujuan untuk menarik minat investor, sudah dapat dipastikan akan mereduksi (mengurangi, memotong) hak-hak para pekerja/buruh yang telah diatur dalam Undang- undang".


APBDSU menilai bahwa Omnibus Law pada bidang ketenagakerjaan yang dilakukan dengan tujuan untukenatik minat Investor dapat dipastikan akan mereduksi (mengurangi memoyong) hak-hak pekerja /buruh yang selama ini telah diatur dalam undang-undang karena tujuan awal dari Omnibus Law pada bidang Ketenagakerjaan ditujukkan untuk menarik masuknya investor. Sehingga Omnibus Law pada bidang Ketenagakerjaan atau UU Cipta Lapangan Kerja akan dibuat akan bertolak belakang dengan tujuan hukum Ketenagakerjaan itu sendiri, dimana salah satu tujuan dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Penjelasan pemerintah terkait Omnibus Law kepada pimpinan serikat pekera/ serikat buruh yang disampaikan melalui Teleconfrence oleh Sekretaris Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian dan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada tanggal 17 Januari 2020 tidak menjawab permasalahan pokok yang menjadi kekhawatiran pekerja/ buruh terhadap lahirnya undang-undang Cipta Lapangan kerja (Omnibus Law Bidang Ketenagakerjaan ) tersebut.
Bahwa permasalah pokok yang menjadi kekhawatiran pekerja /buruh dengan lahirnya UU Cipta Lapangan Kerja ini Menyangkut Hilangnya /berkurangnya Uang Pesangon bagi pekeraja/ buruh yang mengalami PHK, Waktu Kerja, Perubahan Status Kerja dari Pekerja tetap menjadi PKWT atau Pekerja Kontrak atau menjadi Pekerja Jam-Jamnua yang memberikan peluang bagi Pengusaha melakukan pada semua jenis dan bidang kerja dan penghapusan Sanksi Pidana, seperti pemberlakuan PKWT saat ini yang hampir disetiap bidang kerja.

Dalam Penjelasan yang disampaikan oleh Sekretaris Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian dan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pada Teleconfrence tanggal 17 Januari 2020, pertama menyangkut penerapan upah Skemah upah perjam. Pada jenis pekerjaan tertentu dan jenis pekerjaan baru, menjelaskan bahwa jenis pekerjaan tertentu seperti Konsultan, Pekerja Paruh Waktu. Dimana Pekerja Paruh Waktu dimaksud memberi peluang bagi Pengusaha menerapkan pekerjaan paruh waktu pada semua bidang kerja yang ada dalam satu perusahaan, sebagaimana halnya penerapan jenis pekerjaan yang dapat dibuat dalam Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) selama ini.

Kedua penjelasan mengenai Pemutusan Kerja (PHK), belum merinci atau belum ada penetapan besaran Pesangon yang akan diberikan Bagi Pekerja/buruh mengalami PHK. Sementara besaran nilai Pesangon sesungguhnya menjadi hal yang sangat krusial yang dipersoalkan Pekerja/buruh. Sehingga besar kemungkinan bahwa nilai besaran Pesangon akan turun dari yang sebwumnya, jika melihat dari Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang didengungkan pemerintah, berupa Cash Benefit (Imbalan Tunai), Vocation Training (pelatihan Kejuruan) dan job Placement Access (Akses Penempatan Kerja) yang kita juga belum mengetahui bentuk dari ketiga JKP tersebut.
Ketiga dalam hal waktu kerja, disebutkan bahwa waktu kerja paling lama 8 jam dalam 1 hari , artinya pemerintah memberi ruang bagi Pengusaha untuk memperkerjakan buruh kurang dari 8jam dalam 1 hari. Hal ini tentu akan berdampak pada besaran upah/ pendapatan yang akan diterima oleh pekerja/buruh setiap bulannya dan juga berdampak pada status kerja Pekerja /buruh dalam perusahaan.
Dengan demikian APBDSU menyimpulkan bahwa perlindungan terhadap pekerja/ buruh yang disampaikan pemerintah dalam Omnibus Law atau Undang -Undang Cipta Lapangan Kerja hanyalah sebuah kata pemanis untuk mengelabui Pekerja /buruh , karena ini pemerintah Justru menghapus Sanksi Pidana bagi Pengusaha yang melanggar hak-hak buruh tersebut . Sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan (UU nomor 13 tahun 2003). Penghapusan Sanksi Pidana ini dapat kita lihat pada klester 8 Pengenaan saksi yang menitikberatkan pada penghapusan Sanksi Pidana dan mengedepankan Sanksi administrasi dan atau perdata.
Berangkat dari hal diatas, maka kami serikat pekerja /serikta buruh dan NGO yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Daerah Sumatera Utara (APBDSU) menolak Omnibus Law pada Bidang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang merugikan kepentingan pekerja/buruh . Dan sebagai mana bentuk penolakan /perlawanan APBDSU terhadap Omnibus LAW (UU Cipta Lapangan Kerja) yang merugikan Pekerja/buruh tersebut maka APBDSU akan menggelar Aksi Demonstran Ke DPRD Provinsi Sumut Dan Kantor Gubsu pada hari Kamis tanggal 23 januari 2020. Dan untuk itu kami juga menyerukan kepada seluruh pekerja/buruh , khusunya yang ada di Sumatera Utara untuk dapat terlibat dalam aksi demontrasi tersebut dengan senantiasa menjaga keamanan dan ketertiban.
Kami serikat pekerja /serikat buruh dan NGO yang tergabung dalam APBDSU yang menolak Omnibus Law/UU Cipta Lapangan Kerja antara lain : Serbundo,SBMI Merdeka, SPN Sumut , FSPMI, KSPI Sumur, F. SP. LEM. KSPSI Kabupaten Deliserdang, SBBI, KSBSI Sumut, FSPI KPBI, OPPUK,SBMI SUMUT, SPR Sejahtera.(ceria)
Share on Google Plus

About swarahatirakyat

Media Online
www.SwaraHatiRakyat.Com
"Menyuarakan Hati untuk Kebenaran"
Telp.Redaksi : 0813-9764-0276

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.