Medan,SHR- Suhaimi Akbar, Koordinator korban
pemotongan uang ganti rugi/kompensasi pembangunan jaringan SUTT/SUTET 275 kV.
Suhaimi Akbar bersama warga langkat |
Suhaimi Akbar, yang didampingi sejumlah rekannya mengatakan bahwa
uang ganti rugi yang seharusnya mereka terima ternyata dipotong oleh orang yang
mengaku mewakili Lembaga Bantuan Hukum Negara (LBHN) dari Jakarta.dijelaskannya, kehadiran LBHN, awalnya membuat masyarakat
lega, namun belakangan malah menjadi sumber masalah.’ujar Suhaimi Akbar
Uang ganti rugi atas pembangunan lahan proyek PLTU-GI
Binjai-Pangkalan Susu 275 kV-2x200 MW tahun 2013 sampai tahun 2014, yang harus
dibayar ke warga, dipotong LBHN sebanyak 30-40%.''Ujar Suhaimi Akbar saat konferensi pers minggu 28/8/2017
Kata Suhaimi Akbar,
pemotongan itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU) RI nomor 2 tahun 2012
tentang ganti rugi tanah, UU HAM RI nomor 39 tahun 1999 dan UU RI nomor 30
tahun 2009 serta Kepmen ESDM RI nomor 38 tahun 2013 tentang ketenaga-listrikan
UU TT dan SUTET.
Herannya, setelah ditelusuri kemana aliran dana tersebut,
akhirnya diketahui uang hasil pemotongan yang terkumpul sebanyak Rp16 miliar,
masuk ke rekening seorang guru mengaji di Kabupaten Langkat berinisial
'MP", ulangnya.
Oleh karenanya Suhaimi Akbar,mendesak Gubernur Sumatera Utara dan
Pejabat penegak hukum untuk mengusut segera konspirasi dugaan kejahatan,
penipuan dan intimidasi dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum-oknum
preman maupun aparat yang disinyalir merupakan suruhan LHBN yang memaksakan
kehendaknya memotong uang ganti rugi ini.
Dijelaskannya, kronologis pemotongan itu sendiri bervariasi,
dimana ada warga yang mendapatkan ganti rugi secara penuh atau 100% namun
sebahagian besar warga malah dipotong hak-haknya.
Suhaimi Akbar menceritakan, ganti rugi tahap pertama periode tahun
2009-2010 untuk ganti rugi tanah, bangunan serta tanaman, di lokasi tapak
tower, sebelum kehadiran LHBN berjalan sukses karena dibayarkan oleh PLN UIP II
langsung sesuai dengan aturan yang berlaku.
Namun ketika pembayaran tahap kedua periode tahun 2013-2014
untuk proses pembayaran ganti rugi kompensasi atas tanah, bangunan dan tanaman
milik masyarakat yang berada di bawah jaringan SUTT/SUTET 275 kV muncul masalah
karena campur tangan LBHN dari Jakarta.
Seluruh pemilik tanah dianjurkan untuk memberi kuasa ke LBHN
yang kemudian oleh LBHN mewajibkan warga membayar 30-40 %, sebagai uang
jasa/upah/gaji sebagai imbalan keberhasikan LBHN mengadvokasi warga untuk
mendapatkan ganti rugi yang menurut oknum-oknum LHBN, untuk pencairan ganti
rugi nanti dipastikan warga akan mengalami kesulitan apabila tidak didampingi
oleh LHBN.
Kita juga telah melaporkan masalah ini ke Ombusmand, Komisi
II DPR-RI, Poldasu, Kejatisu Kejagung dan KPK," pungkasnya.(
red )
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.