Keinginan HTI
untuk mengganti presiden menjadi seorang Khilafah, mengganti NKRI
menjadi Negara Islam, dan mengganti hukum nasional menjadi hukum syariah
merupakan ancaman yang nyata bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam suku, agama, dan budaya. Masyarakat Indonesia harus
berterima kasih pada Presiden Jokowi atas langkah tegas dan beraninya.
Mengutip wawancara Kompas dengan Ismail, sekum HTI, Ismail mengakui keinginan HTI
ingin mendirikan negara Islam dengan Khilafah pemimpinnya. “Khilafah
itu artinya negara Islam. Repotnya, ada stigma buruk pada terminologi
negara Islam. Kami memilih menggunakan khilafah. Padahal sama. Kalau
boleh ada negara kapitalis dan sosialis, kenapa tidak boleh ada negara
Islam?,” ujarnya (Selasa (9/5/2017). .
Memang, siapa
yang memperbolehkan HTI atau siapapun mendirikan negara Islam dengan
Khilafah sebagai pemimpinnya? Tentu hanya sang Pemilik Islam Allah SWT
dan UtusanNYa Rasulullah SAW yang berhak untuk memberikan izin. Jika
kita pelajari, tidak ada satu pun dari Al Quran ataupun Hadists yang
memberikan hak kepada semua umat Muslim untuk melakukannya. HTI pun
mengakui hal itu. Dalam webnya, HTI tidak pernah menyebutkan satu
Ayat/Hadist yang menjadi SIM (surat izin mendirikan) negara Islam.
Penjelasan mereka hanyalah penjelasan kosong tanpa ada benang merahnya.z
Salah satu
penjelasan HTI adalah mereka melihat bahwa Rasulullah SAW menerapkan
aturan Islam dalam segala aspek kehidupan, seperti kehidupan bersosial
atau bernegara. Lalu dari mana hak prerogratif Rasulullah SAW tersebut
diturunkan kepada HTI? Apakah mereka menerima wahyu dari Allah Ta’ala.
Jika HTI berani secara terbuka mengakui mendapatkan wahyu tersebut maka
semua umat muslim wajib menaatinya, Jika tidak, sebaiknya HTI minta maaf
kepada Allah Ta’ala karena telah mengambil hak yang bukan miliknya.
Menurut HTI,
mereka berhak mendirikan Khilafah karena Rasulullah SAW sudah meramalkan
kebangkitan Khilafah dalam kepemimpinan Islam. Jika kita perhatikan,
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa kepemimpinan Khalifah
tersebut haruslah turun setelah kenabian. Beliau SAW menjelaskan
bahwasanya proses kepemimpinan dalam Islam terjadi dalam empat tahapan:
- Kenabian, dimana Islam dipimpin oleh Rasulullah SAW
- Khilafah, diwujudkan oleh Khulafah Rasyidin
- Raja yang zalim dan diktator, sudah terjadi di berbagai wilayah yang memaksa penduduknya memeluk Islam
- Kebangkitan Khilafah yang diturunkan dari Kenabian
Jika HTI
dapat ingin membangkitkan Khilafah, siapakah Nabi yang memimpin mereka
sebelumnya? HTI tidak bisa menjawab Rasulullah SAW karena Khilafah
mereka bukanlah Khulafah Rasyidin. Lantas, Apakah pendiri HTI merupakan
Nabi yang kepemimpinannya wajib diteruskan oleh Khilafah? Sekali lagi,
beranilah secara terbuka bahwa mereka mengakui menerima wahyu.
Sebaliknya, jika HTI ingin mendirikan Khilafah tanpa adanya Nabi maka
mereka telah melewatkan satu proses yang akan dilewati umat Muslim yakni
kepemimpinan Islam dibawah Nabi.
Jelas, Allah
SWT dan Rasulullah SAW tidak memberikan hak sedikitpun kepada HTI.
Sehingga Ismail tidak bisa bertanya “mengapa Negara Islam tidak boleh?”
karena dari awal mereka juga tidak punya hak untuk membangkitkan
Khilafah dan negara Islam. Kemudian, sejak zaman kemerdekaan hingga
sekarang negara pun berhak untuk mengendalikan ormas-ormas yang dianggap
dapat meruntuhkan NKRI dan Pancasila, seperti PKI ataupun DI/TII.
Sekali lagi kita patut mengapresiasi kepada ketegasan Presiden Jokowi
Kesuksesan Ahmadiyah Membangkitkan Khilafah
Seperti
penjelasan diatas, kebangkitan Khilafah haruslah meneruskan kepemimpinan
seorang Nabi. Karena itu hanya Ahmadiyah lah yang berhak membangkitkan
kembali kepemimpinan Khilafah dalam Islam. Karena Islam Ahmadiyah
membangkitkan Khilafah untuk meneruskan perjuangan sang utusan Allah SWT
yakni Mirza Ghulam Ahmad, sang Imam Mahdi untuk menegakan Islam ke
seluruh dunia. Tepat tanggal 27 Mei, Ahmadiyah merayakan 109 tahun
berdirinya Khilafat di muka bumi. Sekarang, Ahmadiyah dipimpin oleh
Khalifah ke lima Hazrat Mirza Masroor Ahmad.
Mirza Ghulam
Ahmad, sang pendiri Islam Ahmadiyah, secara terbuka mengakui bahwa
beliaulah sang Imam Mahdi yang akan membangkitkan kembali kejayaan Islam
di tengah kepungan serangan-serangan dari non-Muslim dan terpuruknya
persatuan Islam yang sudah terpecah- belah hingga 73 golongan. Beliau
bersumpah:
“Saya – sesudah memperoleh ilham dari Allah Ta’ala – telah mengumumkan secara luas bahwa Masih Mau’ud (Isa Almasih yang dijanjikan, red.) hakiki, yang juga pada hakikatnya merupakan Mahdi,
yang kabar suka mengenai kedatangannya terdapat di dalam Injil dan
Al-Qur’an, serta di dalam hadits-hadits pun telah dijanjikan
kedatangannya, adalah saya orangnya; tetapi tanpa pedang-pedang dan
senapan. Dan Tuhan telah memberintahkan kepada saya, supaya saya dengan
lembut, perlahan, santun dan sederhana, menarik perhatian orang-orang ke
arah Tuhan itu. Yakni Tuhan Hakiki, Yang Qadiim (sudah ada sejak
semula); yang tidak pernah berubah; dan yang memiliki kesucian kamil,
kelemah-lembutan sempurna, kasih sayang yang kamil, serta keadilan yang sempurna.”
Tentu HTI
mengerti, barangsiapa yang mengaku-ngaku sebagai Utusan Allah SWT
(padahal tidak), Allah SWT akan memutus urat nadinya. Kenyataannya,
Mirza Ghulam Ahmad yang mendirikan Jemaat Islam Ahmadiyah tanpa ada
dukungan finansial, semata-mata percaya akan pertolongan Allah SWT,
jamaahnya sekarang tersebar di seluruh dunia, memiliki masjid-masjid di
209 negara dan memiliki stasiun TV dakwah Islam yang dapat diakses
secara gratis 24 jam tanpa iklan satupun. Dan tentu saja, Khilafah
Ahmadiyah memerintahkan setiap anggota Ahmadiyah untuk taat kepada hukum
suatu negara. Kekhilafahan Ahmadiyah adalah kekhilafahan yang
menyebarkan perdamaian ke seluruh dunia dengan tetap menghargai dan
menjunjung tinggi kedaulatan sebuah negara.
Terakhir, HTI
harus merevisi pengertian dan esensi mereka tentang kepemimpinan Islam
dengan Khilafah. Khilafah adalah kepemimpinan rohani/spiritual yang
menuntun kita ke jalan yang lurus (Siratal Mustaqim) seperti
Kekhilafahan Ahmadiyah, bukan kepemimpinan duniawi/jasmani yang
menuntun kita menguasai suatu wilayah atau negara, apalagi sampai harus
mengganti presiden setempat.. Penulis
.( Djunaidi )
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.