Penulis Mutia Siddiqa Muhsin
Sejarah dan Kecintaan..
Melarutkan diri dalam buaian cinta sejati yang sesungguhnya..
Tanggal 23 Maret menjadi hari yang besejarah bagi para anggota Jamaah
Ahmadiyah seluruh dunia. Mengapa tidak, hari tersebut merupakan peringatan
Hari Masih Mau’ud as. Pada tanggal tersebut, tepatnya di tahun 1889 Masih
Mauud pendiri Ahmadiyah mendapatkan perintah untuk mengambil ikrar baiat dan
mendirikan suatu Jamaah Ahmadiyah. Inilah yang menjadi titik awal
berdirinya suatu Jamaah Ahmadiyah yang diiringi kontroversi hingga hari
ini.
Tak sedikit kontroversi dan isu miring berkisar tentang Jamaah
Ahmadiyah dan pendirinya. Argumen miring hingga cibiran yang beredar pada
pendiri Jamaah Ahmadiyah mematahkan hasrat mereka untuk mengenalnya lebih
dekat. Ah, jangankan mengenalnya, kedangkalan rasa saja sudah menghantuinya.
Alih – alih mengenalnya lebih dekat, cap negatif sudah melekat pada sosok
pendiri Jamaah Ahmadiyah. Bahkan tak sedikit yang berargumen, kesempurnaan yang
mulia Nabi Muhammad SAW seolah – olah terenggut oleh sang pendiri Jamaah
Ahmadiyah.
Miris memang, sampai kapan isu negatif ini terus beredar tanpa diikuti
tabayun selanjutnya. Kedangkalan rasa menutupi logika untuk mencari tahu
fakta sebenarnya karena jika diselami lebih dalam, fakta membuktikan tak
ada yang dapat menandingi kecintaan sang pendiri Jamaah Ahmadiyah kepada Nabi
besar Muhammad SAW. Mari bersama menyelami salah satu syair yang dituliskan
oleh sang pendiri Jamaah Ahmadiyah untuk Nabi Muhammad SAW.
Siap aku menyerahkan nyawa dan kalbu
Bagi keindahan Sang Muhammad SAW
Tubuhku hanyalah semata debu di jalan
Yang dilintasi keturunan Muhammad SAW
Aku telah melihat dengan mata kalbuku
Dan mendengar dengan telinga yang tajam
Lantunan keindahan Muhammad SAW
Yang melantun ke segenap arah
Air yang mengalir abadi yang kubagikan
Secara percuma kepada makhluk ilahi
Hanyalah setitik dari samudera
Kesempurnaan Muhammad SAW
Api yang membakar dalam diriku
Adalah api kecintaan kepada Muhammad SAW
Air yang kumiliki
Berasal dari sumber suci Muhammad SAW.
(Majmuma Istiharat,
vol.1 hal.97)
Kalbunya, jiwanya siap rela dikorbankan untuk sosok Nabi Besar Nabi
Muhammad SAW. Bayangkan saja, sang pendiri Ahmadiyah mengandaikan dirinya
sebagai debu dihadapan Nabi besar Muhammad SAW. Kecintaan yang begitu
luar biasanya dan merasa jauh dari kebesaran Nabi Muhammad SAW apakah pantas
dicap sebagai perenggut Kesempunaan Nabi Muhammad SAW ? Nauudzubilah hi mindzalik.
Beliau sebagai pendiri Jamaah Ahmadiyah jangankan sebagai perenggut
kesempurnaan, beliau pun mengadaikan hanya memberikan setitik air kepada
muridnya yang diambil dari keluasaan samudera Nabi Muhammad SAW. Penerus dan
pecinta sejati Nabi Muhammad SAW sejatinya menjadi cap yang ada pada diri
sang pendiri Ahmadiyah. Setidaknya, 85 buku karya sang pendiri Ahmadiyah
membela Islam dan Nabi Muhammad SAW disaat kondisi Islam saat itu terpuruk di
seantero India.
Bagaimana mungkin, cap negatif yang selama ini beredar harus terus
melekat pada sang pendiri Ahmadiyah. Aku, si penulis amatir yang masih awam dan
hanya secuil menyelami kehidupan sang pendiri Ahmadiyah serta masih merasa tak
percaya diri menyatakan diri sebagai murid pendiri Ahmadiyah dikarenakan
kedangkalanku, sampai saat ini banyak belajar rasa dan logika darinya.
Kecintaanku pada Nabi besar Nabi Muhammad SAW terus menerus bertambah membaca karya
– karyanya. Air mataku mengalir membaca kisah – kisah Nabi Muhammad dimasa lalu
karnanya. Kurasakan sesuatu yang berbeda membaca karya pendiri Ahmadiyah saat
menceritakan bagaimana hidup dan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Terima kasih
Tuhan, rasa cintaku pada Nabi Muhammad SAW terus terasah oleh karya – karya
sang pendiri Jamaah Ahmadiyah. Bagaimanapun caranya, aku akan tetap terus
berusaha menjadi murid sejati sang pendiri Ahmadiyah. Karna tentunya aku ingin
bersamanya menjadi pencinta sejati yang dimabukan kecintaan pada Nabi
besar-Mu Nabi Muhammad SAW (Djunaidi)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.